Filsafat Pendidikan: Mengenal Ki Hajar Dewantara

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”. Ki Hajar Dewantara, Als ik een Nederlander was

Rabu (7/3) lalu aku melanjutkan kembali seri belajar “Kelas Filsafat Pendidikan” yang diadakan di Studio Sang Akar. Pertemuan kali ini agak sedikit berbeda dengan yang lain. Tema pertemuan kelima ini tidak membahas filosofi tokoh tapi “Mengenal Ki Hajar Dewantara”. Satu lagi yang membuat pertemuan kali ini berbeda adalah keberadaan tiga narasumber dibandingkan satu narasumber dalam pertemuan sebelumnya. Ketiga narasumber tersebut adalah:

  • Nyi Rangga Dewati Suryaningrat (Cicit Ki Hajar Dewantara)
  • Ki Yayat Yatmaka (Murid Ki Hajar Dewantara)
  • Ki Prijo Mustiko (Mantan Ketua Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS)

Catatan Kelas Sebelumnya: Filosofi Pendidikan: John Dewey

Apa itu Filsafat Pendidikan?

Kelas belajar Filsafat Pendidikan adalah serangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Anak Muda Bicara Pendidikan. Kelas Filsafat Pendidikan ini diadakan setiap hari Rabu, selama 7 sesi, dengan tema dan filsuf yang berbeda.

Tulisan ini adalah catatan personal yang kubuat untuk mengkristalkan pengertian dan pengetahuan yang kudapatkan dari kelas Filsafat Pendidikan dan hasil riset personal dari internet. Karena itu mohon dimaklumi kalau misalkan ada yang tidak sesuai atau ternyata malah salah sama sekali, mohon saran maupun koreksinya. ^o^

Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau lebih sering dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau adalah seorang priayi (bangsawan) yang mengubah namanya pada tahun 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara agar dapat lebih mudah berbaur dengan rakyat. Sering disebut sebagai bapak pendidikan Indonesia, beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa, sebuah institusi pendidikan yang memberikan kesempatan belajar untuk anak-anak pribumi jelata yang tidak diperbolehkan belajar di sekolah Belanda.

Selain menjadi tokoh pendidikan, Ki Hajar juga berkecimpung di dunia politik. Beliau adalah salah satu pendiri partai politik pertama di Indonesia (dulunya Hindia Belanda), Indische Partij, bersama dengan E.F.E Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912. Selain mendirikan Indiche Partij, beliau juga menjadi salah satu tokoh Budi Oetomo yang bertugas melakukan propaganda dan sosialisasi tentang pentingnya kesadaran masyarakat (terutama Jawa) atas persatuan dan kesatuan dalam berbangsa.

Politik

Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai sosok yang keras tapi santun. Beliau bukan tipe orang yang suka marah maupun membentak, namun beliau lebih memilih untuk bertanya dan berbicara dengan tegas. Contoh perwujudan sosok keras tapi santun ini bisa dilihat dalam tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul asli: Als ik een Nederlander was), sebuah kritik kepada warga Belanda yang menyelenggarakan pesta kemerdekaan mereka dari penjajahan Perancis di tanah jajahan mereka.

Akibat tulisan ini, Ki Hajar ditangkap oleh pemerintah Belanda dan akan diasingkan ke Pulau Bangka. Namun kedua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes pemerintah Belanda sehingga mereka bertiga diasingkan ke Belanda atas permintaan sendiri pada tahun 1913.

Taman Siswa

Sepulang dari Belanda pada bulan September 1919, Ki Hajar memilih untuk memfokuskan diri pada reformasi pendidikan di Indonesia. Pada tanggal 3 Juli 1922, beliau mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar untuk anak-anak pribumi jelata yang tidak dapat masuk di sekolah Belanda khusus pegawai negeri, orang Belanda, dan para priayi. Selain menjadi tempat belajar untuk anak-anak pribumi, Taman Siswa juga menjadi tempat Ki Hajar membangun semangat nasionalisme dan kemerdekaan. Taman Siswa memiliki beberapa jenjang:

  • Taman Indria setara Taman kanak-kanak (TK)
  • Taman Muda setara Sekolah Dasar (SD)
  • Taman Madya setara Sekolah Menegah Pertama (SMP)
  • Taman Dewasa setara Sekolah Menengah Atas (SMA)
  • Taman Guru atau Sarjana Wiyata setara Universitas (Universitas)

Sebagai Bapak Pendidikan Nasional, pedoman dan panduan yang digunakan di Taman Siswa meninggalkan jejaknya di pendidikan Indonesia. Mungkin kita kenal dengan frase “tut wuri handayani”, namun ternyata aku baru tahu bahwa frase tersebut hanyalah satu bagian dari pedoman lengkap Taman Siswa yang berbunyi seperti ini:

  • ing ngarsa sung tulada ((yang) di depan memberi teladan),
  • ing madya mangun karsa ((yang) di tengah membangun kemauan/inisiatif),
  • tut wuri handayani (dari belakang mendukung).

Sekolah Liar

Karena Taman Siswa adalah sekolah yang tidak mengikuti peraturan dan kurikulum dari pemerintah Belanda, Taman Siswa bersama dengan berbagai sekolah pemberontak lain disebut sebagai Sekolah Liar oleh pemerintah Belanda. Salah satu bentuk pemberontakan beliau adalah perintah bagi murid-murid Taman Siswa untuk masuk pada saat sekolah Belanda lain sedang libur dalam rangka hari perayaan yang terkait dengan Belanda. Contohnya adalah saat Belanda merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina, merayakan kebebasan Belanda dari Perancis, dll.

Untuk menangani sekolah-sekolah liar ini, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru: Wildeschoolen Ordonantie (Ordonansi Sekolah Liar). Peraturan ini memaksa sekolah-sekolah liar untuk mengikuti peraturan yang dibuat oleh Belanda. Dalam ordonansi ini, seseorang atau lembaga yang bermaksud menyelenggarakan pendidikan harus memiliki izin pemerintah. Pemerintah dapat mencabut izin tersebut apabila tersangka terbukti melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

Nah, aku mendapatkan dua versi tanggapan Ki Hajar mengenai Ordonansi Sekolah Liar. Dari cerita Ki Prijo, beliau meminta waktu audensi dengan gubernur Belanda lalu dengan kata-katanya yang keras namun santun gubernur tersebut mundur dan membatalkan Ordonansi Sekolah Liar. Namun dari cerita yang aku dapatkan di internet, Ki Hajar mengirimkan sebuah telegram yang mengatakan bahwa jika peraturan Ordonansi Sekolah Liar tetap dijalankan maka Taman Siswa mengancam akan melakukan lijdelijk verzet (pembangkangan). Pada akhirnya Ordonansi Sekolah Liar tetap dijalankan, walaupun Taman Siswa terus membangkang dan berkembang pesat hingga keluar Jawa.

Aku tidak tahu informasi mana yang lebih tepat untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Keseharian Pembelajaran

Mengenai Taman Siswa, ada banyak cerita yang disampaikan oleh Ki Yayak tentang pengalaman beliau selama menjadi murid di sekolah tersebut. Beliau menceritakan bahwa keseharian di Taman Siswa banyak menggunakan lagu-lagu untuk membangkitkan semangat kemerdekaan dan kebersamaan. Selain lewat lagu, Taman Siswa juga menggunakan drama dan pentas untuk membangun karakter yang merdeka. Cerita yang dipilih untuk pentas biasanya ada hubungannya dengan tema kemerdekaan maupun kebebasan.

Catatan Personal

Terus terang, semenjak melihat bahwa akan ada tiga narasumber pada kelas kali ini, aku sudah merasa bahwa proses pembuatan catatan untuk kelas ini akan menjadi lebih sulit dibandingkan dengan yang sebelumnya. Aku merasa memiliki keterbatasan kemampuan untuk mengolah cerita yang disampaikan oleh para narasumber menjadi sebuah tulisan yang menarik. Aku tidak bisa menggunakan kerangka tulisan yang kugunakan untuk catatan sebelumnya, jadi harus mencari bentuk lagi.

Aku sangat menyarankan teman-teman yang tertarik tentang Ki Hajar untuk menonton rekaman FB Live yang ada di Facebook Jaringan Pendidikan Alternatif (Link). Ada banyak cerita, nyanyian dan suasana yang aku tidak bisa tuangkan menjadi tulisan.

Kegiatan berikutnya akan diselenggarakan pada Rabu 14 Maret dengan tema Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sayangnya aku tidak bisa hadir pada pertemaun berikutnya karena ada kemping. Semoga ada teman-teman lain yang membuat catatan tentang berikutnya, biar aku gak sendirian nulisnya gitu 😛

Related Posts