AAAAARRRGHHHHHHHHHHH….. adalah perasaan ku kurang lebih ketika aku sadar bahwa kacamata 1.3jt ku sudah tidak ada dan tidak bisa aku temukan dimana-mana…
(Sebelumnya: Malam Terakhir)
Embung oh Embung
Pagi-pagi aku terbangun oleh bunyi alarm, waktu menunjukan pukul setengah lima. Aku mengusap mata dan sadar bahwa hari ini sudah hari terakhir dari perjalanan eksplorasi. Aku membangunkan Fattah karena kami ingin bersepeda ke Embung untuk melihat sunrise karena katanya akan tampak indah dari sana.
Foto bersama didepan sunrise tanpa sunrisenya š
Aku dan Fattah bersepeda ke homebase untuk membangunkanĀ yang perempuan sambil menunggu yang lain.Ā Tentu saja mereka tidak ada yang sudah datang maka aku datang untuk mengunjungi rumah mereka satu demi satu agar tidak telat.
Suasana di embung sangatlah indah. Dingin, cahaya matahari masih belum keluar, suara tawa canda dari teman-teman yang sudah sangat akrab karena 7 hari harus bersama. Kami melakukan berbagai foto, cerita tentang Nyoi Mantap, mengingat apa saja yang sudah terjadi, mirip kayak anime-anime gitu deh :3.
Kami semua sudah siap menunggu untuk sunrise ditengah matahari seperti yang biasa kami lihat di gambar-gambar… eh gak keluar-keluar… kami lihat jam sudah mau jam setengah enam matahari harusnya sudah terbit. Lalu kami lihat bahwa mataharinya ada di kanan sedikit dan tertutup oleh awan. Sayang foto sunrisenya jadi kurang bagus.
Pamit dengan keluarga asuh
Ketika akuĀ ada di homestay aku sadar bahwa kameraku masih dipegang Kaysan tapi ya gak papah bentar lagi juga ketemu lagi. Aku bersiap dan membersihkan tas sambil menunggu sarapan siap. Aku bebenah siap sambil memikirkan apa saja yang telah aku amati, pelajari, dan temui selama perjalanan ini.Ā Sarapan siap kami makanĀ bobor kelor yang pernah dimasaki oleh bu Slamet.
Selesai makan aku dan Fattah meminta foto bersama untuk kenang-kenangan lalu pamit untuk memulai perjalanan menuju Stasiun Lempuyangan.
KamiĀ kumpul diĀ homebase untuk membantu beres-beres sebelum pergi ke tempat bu Cicil untuk menurunkan sepeda dan berterima kasih kepada bu Cicil. Ketika di rumah bu Cicil kami menuntut kak Kukuh yang sudah bercerita bahwa dia akan menyanyikan lagu “Darah Juang”. Lagunya bagus dan kak Kukuh nyanyinya gak fals tapi ada satu bagian dari lyrik nya yangĀ akan selalu aku ingat, “Anak kurus kering tidak sekolah”…. terdengar seperti Andro bukan š
Menuju Lempuyangan
Setelah pamit kami mulai berjalan menuju perempatan dimana kami bisa naik bus menujuĀ halte Transjogja untuk pergi ke Malioboro. Maklum aku sedang kurang fit karena kecapeaan dan terlalu mendorong diriku sendiri agar selalu fit selama kegiatan maka aku benar-benar ngeblank ketika di bus. Karena kelalaian ku ini aku terburu-buru memastikan semuanya keluar dengan selamat tapi kacamataku sudah tidak bisa ditemukan ketika turun.
Karena kacamata ynag hilang dan tenaga yang sedang drop aku bilang ke KaysanĀ “Kay lu yang jagain ya naik apa turun dimana gw lagi gak enak badan dan mood”Ā karena biasanya kalau soal kendaraan umum dan sebagainya aku yang jagain memastikan semuanya aman. SetelahĀ terbangun dari tidurku aku merasa… kok kayaknya salah jalan ya? Ini kita bukannya harusnya sudah turun? Dan akhirnya aku bertanya kepada petugas dan harusnya kita turun di halte portable…
Akhirnya kami turun di halte terdekat yang bisa membawa kita ke Malioboro. Namun karena menunggu Transjogjanya lama sekali dan waktunya sudah mulai mepet dengan waktu yang ditentukan untuk kumpul maka aku membuat keputusan untuk skip Malioboro daripada telat dan langsung keĀ Stasiun Lempuyangan.
Perpisahan dengan Andro
Sampai di Stasiun Lempuyangan kami mengambil giliran untuk makan. Aku, Kaysan, Zaky dan Andro makan ditempat langganan yang sudah kita kunjungi sebelumnya ketika sampai dan makan sampai puas (total dibawah 20rb). Selesai makan kami kumpul untuk menuliskan kesan, pesan, saran, dan kritik untuk kakak-kakak Jaldawara. Sayangnya aku lupa aku nulis apa š
Satu lagi yang sedih adalah perpisahan dengan Andro yang tinggal di Jogja, yang akan kami tinggal. Sedih juga aku akhirnya akan kembali ke kegiatan dan kehidupan “Normal” di Jakarta, meninggalkan berbagai tempat yang sudah aku anggap rumah kedua dan membawa berbagai jenis pelajaran.
Akhirnya… pukul setengah empat… kami berangkat naik kereta Progo dari Stasiun Lempuyangan menuju Stasiun Senin. Terima kasih Jogja, terima kasih kakak-kakakĀ Jaladwara yang telah menemani kami anak-anak kurang waras š Sampai ketemu di kegiatan selanjutnya.
FIN