OASE Eksplorasi: Hari Terakhir di Maitan

Pohon-pohon rindang yang bergoyang akibat angin dingin yang bertiup, stupa-stupa berdiri tegas di angin yang kencang, perasaan kehangatan dan kesedihan melandaku ketika mengingat celanaku yang rusak adalah perasaanku ketika sedang mengunjungi Candi Mendut malam hari ini.

(Sebelumnya: Homeindustry, Borobudur, Masalah Sepeda?)

Parkir sepeda di depan Pasar Borobudur
Parkir sepeda di depan Pasar Borobudur

Pasar Borobudur

Pagi itu aku bangun pagi dengan semangat karena hari ini kami akan berangkat untuk mempelajari tentang lebih banyak makanan lokal di Pasar Borobudur, tempat yang sangat pas karena dimana lagi tempat mencari makanan lokal kalau bukan di pasar, ya kan?

Kami berangkat dari dusun sekitar pukul setengah tujuh dan sampai di pasar sekitar pukul setengah delapan. Kami parkir didepan pasar tepat dan menguncinya per kelompok (Aku Fattah Yla) dan memberikan waktu satu jam dari sekarang untuk mengekplorasi hal-hal yang ada di pasar.

Pasar ini memiliki dua bagian, bagian luar dan bagian dalam. Salah satu yang diingatkan oleh kakak-kakak fasilitator adalah jangan hanya eksplorasi satu bagian. Bangunannya terlihat relatif baru, dan suasananya kurang lebih sama seperti pasar di Jakarta. Yang membedakan hanyalah bahasa yang digunakan sebagian besar adalah Jawa dan… ya… agak susah kalau mau ngobrol 😛

Umbi-umbian

Targetku di pasar ada dua:

  1. Mencari tahu dari mana asal umbi-umbian yang dijual di pasar
  2. Mempelajari dan mencicipi makanan lokal yang ada di pasar

Yang pertama aku lakukan adalah mencari umbi-umbian karena mencari makanan lokal gampang :P. Aku mengelilingi seluruh pasar dalam waktu kurang lebih 15 menit dan menemukan beberapa tempat yang menjual umbi-umbian dan tampaknya mudah diwawancara. Ketika aku sedang berkeliling aku sempat ditegur oleh bapak-bapak yang sedang duduk:

Ey nak dari mana? Nyari sesuatu? Perlu bantuan?

Mungkin karena aku sudah berkeliling dareah itu beberapa kali jadi agak mencolok. Untungnya bapak itu ramah dan menunjukan aku ke tempat dimana banyak umbi dan sayur banyak di jual.

Adinda sedang mewawancarai bapak-bapak di pasar
Adinda sedang mewawancarai bapak-bapak di pasar

Aku mewawancarai beberapa orang jadi aku hanya akan menuliskan beberapa fakta yang sudah aku kurasi disini:

  • Ada tiga jenis umbi-umbian yang banyak di pasar: Tipul, Singkong dan Ubi
  • Umbi-umbian diatas semua asalnya dari petani yang ada di sekitar Pasar Borobudur, termasuk Maitan
  • Harga singkong per kilonya disini sangat murah, sekitar 2rb/kg
  • Sayur-sayuran juga banyak yang diambil dari sekitar Pasar Borobudur

Jadi karena aku sudah mendapatkan jawaban bahwa sebagian besar umbi-umbian didapat dari sekitar sini aku pindah untuk mencari tempat dimana aku bisa makan dan wawancara dengan leluasa.

Wawancara sambil makan

Untuk semua yang kenal aku cukup dekat pasti tahu bahwa aku itu… suka makan :P. Dan salah satu hal yang sudah sering sekali aku lakukan adalah wawancara sambil makan. Aku sudah mulai melakukan ini semenjak aku pertama ke pasar bersama ibu.

Ketika aku melakukan wawancara waktu sudah sekitar pukul delapan lewat seperapat jadi aku harus agak cepat. Aku mewawancarai Bu Diati yand berjualan berbagai jenis makanan lokal. Aku menggunakan taktik biasaku untuk bertanya harga dan nama, lalu beli satu set, lalu ulangi :D.

Mewawancarai bu Diati
Mewawancarai bu Diati

Munking karena bentukku yang besar dan karena aku memang sangat semangat kalau ngomongin makanan aku diberi tahu berbagai jenis makanan-makanan yang dia bisa ingat dari umbi-umbian seperti Meriran yang terbuat dari Tepung beras dan Santan. Ada juga Ndogloduk/Timus, Gethuk, Tiwul, Growol, Lemet dan banyak lagi yang terbuat dari singkong.

Harganya juga tidak terlalu mahal, aku membeli Timus/Ndogloduk dan Clorot yang terbuat dari tepung beras dan gula jawa dengan total sekitar 7.5rb. Setelah mendapatkan peringatan dari alarm hp ynag aku pegang aku pamit ke bu Diati dan pergi ke parkiran.

Rumah Ketela

Setelah kami selesai di Pasar Borobudur kami bersepeda menuju tujuan selanjutnya yaitu Rumah Ketela. Namun karena aku akan membuat sebuah artikel khusus untuk Ketela dan Rumah Ketela maka aku tidak akan menulis apa-apa disini. Liat fotonya aja dulu untuk sekarang ya 😀

Foto bareng sebelum pulang di Rumah Ketela
Foto bareng sebelum pulang di Rumah Ketela

Tahu dan Jetkolet

Sesudah dari Rumah Ketela kami pulang kembali ke Dusun Maitan untuk menyelsaikan penelitian home industry yang ada di sekitar Dusun Maitan. Kami akan mengunjungi dua lokasi, pabrik Tahu dan Jetkolet yang ada di desa sebelah. Untungnya kali ini kami tidak nyasar lagi…. 😀

Tahu

Karena waktu kelilingnya bersambungan dengan waktu makan siang maka yang lain makan, sedangkan kelompok ku karena masih kenyang memilih untuk langsung pergi ke tempat produksi tahu. Kami ketemu dengan pemiliknya, Pak Sukarman dan dia menjelaskan tentang pabriknya.

Di sini ada sekitar 5 karyawan tetap yang membantu menggoreng dan membuat tahunya. Kedelai yang di gunakan disini adalah kedelai amerika karena lebih mudah di olah dan lebih stabil supplynya.

Jetkolet & Criping

Setelah selesai melihat home industry tahu, kami mengunjungi home industry selanjutnya yaitu Jetkolet. Ketika kelompoku mau keluar, kelompok Kaysan datang untuk mewawancarai dan mengamati pabrik tahu. Aku meledeknya “Lu nyasar yak? Lama banget sih” dan untuk tambahan aku bertanya “lu tau tempat Jetkolet gak (padahal aku sudah dikasih tau oleh anaknya yang punya tahu)“Iye gw nyasar tadi; gw kgk tau dimana jekolet” Kaysan bilang balik dengan satu kresek berisi Jetkolet :P.

Lokasi home industry Jetkolet hanya beberapa meter dari tempat tahu dan tempatnya lumayan besar. Di luar ada tempat pengupasan dan pemotongan singkong, ada juga tempat pembuatan Gethuk. Berbeda dengan mesin potong yang ada di tempat criping sebelumnya disini pemotongnya jauh lebih cepat dan lebih keren :P. Ada dua mesin potong, yang pertama untuk singkong langsung jadi ceriping, yang kedua untuk Gethuk yang dipotong untuk membuat Jetkolet.

Mewawancarai mas Adi di home industry Jetkolet
Mewawancarai mas Adi di home industry Jetkolet

Aku mewawancarai Mas Adi yang sedang istirahat dan dia memberikan kami Gethuk yang sudah bisa dimakan untuk dicicipi yang rasanya, lumayan enak. Di bagian dalam ada satu molen dimana semua Jetkolet yang sudah jadi dicampur dengan bumbu seperti balado, sapi panggang dan ayam bawang. Aku sempat mencoba yang rasa balado dan rasanyaaaaaaaaaaaa………. enak banget.

Biasanya Jetkolet yang ada disini dibeli oleh sebuah agen di Jogja yang mengirimnya ke tempat-tempat lain seperti Solo dan sebagainya. Harganya 15 ribu untuk satu kilo tapi aku mana kuat makan Jetkolet 1kg maka aku hanya membeli setengah kilo yang rasa original.

Diskusi

Setelah selesai kami kumpul untuk melakukan evaluasi dan membicarakan apa saja yang sudah diamati selama di Pasar Borobudur, Rumah Ketela, dan home industry di sekitar Desa Maitan karena perlu diingat malam ini adalah malam terakhir di Maitan :(.

Diskusi di Gatotkoco tentang cara membantu para pengrajin di desa
Diskusi di Gatotkoco tentang cara membantu para pengrajin di desa

Kami membicarakan apa yang menurut kami bisa dilakukan untuk membantu pengrajin seperti pak Muhajir agar niranya mudah dijual dengan harga yang pas. Menurut aku dan Kaysan koperasi adalah cara yang paling masuk akal dan mudah untuk dilakukan. Sekarang harga gula jawa masih dikontrol oleh para pengulak dan mereka biasa membeli dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal :/

Tragedi Celana

Habis diskusi selesai, kami kembali pulang ke homestay untuk makan dan bebenah sekaligus memberikan buah tangan untuk keluarga asuh di homestay yang kami tinggali. Aku dan Fattah meninggalkan buku dan tempe untuk keluarga dirumah.

Sekitar pukul setengah tujuh kami kumpul di homestay Gatotkoco untuk melakukan perjalanan menuju Candi Mendut untuk mengamati dan meraskan suasana para biksu yang sedang berdoa. Kami berangkat naik sepeda seperti biasa dan… CREEETTTT bunyi kencang datang dari gir yang terbuka. Ternyata karena celanaku panjang dan girnya terbuka maka terjadilah celana yang robek. Padahal itu adalah celana kesayangan ku 🙁 Karena ini yang lain pun harus berhenti untuk memastikan aku aman sebelum jalan kembali.

Candi Mendut

Setelah melewati perjalanan yang PANJANG sekali dengan kesedihan celana yang rusak kita sampai di Candi Mendut. Di samping candi mendut itu ada sebuah Vihara dimana para biksu tinggal. Sayangnya malam ketika kita datang para biksu sedang ada persiapan acara maka meditasi malamnya tidak ada.

Kami masuk kedalam area vihara dan… wow. Suasanya sangatlah tenang dan indah, patung-patung dengan ukiran indah dimana-mana, lampu dan lilin yang menyala membuat ambiance yang indah, dan overall suasannya menenangkan hati. Ada juga beberapa pengunjung lain yang ikut mendengarkan penjelasan kak Inu tentang vihara ini.

Sesudah melihat dan merasakan vihara dan Candi Mendut dengan lengkap kami pulang kembali ke Dusun Maitan dan kembali ke homestay masing-masing lalu… ternyata kunci rumah keselip… GAHHH…. Akhirnya aku dan Fattah menginap di Gatotkoco… dengan kesedihan celana yang rusak dan fakta bahwa besok kita akan pindah dari Dusun Maitan

Mendengarkan penjelasan dari Kak Inu
Mendengarkan penjelasan dari Kak Inu

 

[Bersambung]

Related Posts