Pulau Rambut, Laut dan Sampah

Weekend (15 – 16 April) lalu aku mendapatkan kesempatan untuk melakukan pengamatan burung di Pulau Rambut bersama Jakarta Bird Walk sebagai hadiah karena aku menang lomba fotografi ketika acara kemah pramuka beberapa minggu yang lalu. Pulau Rambut adalah sebuah Suaka Margasatwa burung yang terletak di Kepulauan Seribu, sebelah utara Jakarta.

Kami berkumpul di Terminal Kalideres sekitar pukul 8 pagi untuk berangkat menuju Pelabuhan Tanjung Pasir, Tangerang. Dari Tanjung Pasir kami akan naik perahu menuju Pulau Rambut.

Ada banyak pengalaman baru yang aku dapatkan selama dua hari ini, mulai dari naik kapal, melakukan pengamatan burung dan bermain dengan para senior. Namun ada satu hal yang terus menempel di benakku selama perjalanan ini.

Sampah.

Berbeda dengan seminar dan workshop yang telah menceritakan tentang sampah-sampah yang mengapung di laut, perjalanan ini benar-benar membuka mataku atas kondisi sampah dan lautan tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia.

Kokokan Laut bertengger di atas tumpukan sampah.

Dalam perjalanan naik kapal dari pelabuhan Tanjung Pasir menuju Pulau Rambut, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah laut berwarna coklat dengan sampah mengapung di atasnya. Sebagian besar sampah yang mengapung adalah sampah plastik seperti bungkus mie instan dan styrofoam bekas tempat makan.

Pemandangan ini berlanjut terus dan semakin memburuk ketika kami tiba di Pulau Rambut. Hampir setiap sisi pantai yang ada di Pulau Rambut tertutupi oleh sampah. Tumpukan styrofoam, plastik, baju, kayu, sendal, hingga tas berserakan di atas pasir kuning yang indah.

  1. 1
  2. 2
  3. 3






Dalam kegiatan ini, kami menginap di Pulau Ujung Jawa, kurang lebih 20 menit perjalanan kapal dari Pulau Rambut. Di Pulau Ujung Jawa aku berbincang dengan Kak Shanty dan Kaysan tentang asal sampah yang ada. Setelah melakukan sedikit wawancara dengan pak Tanton, penduduk Pulau Ujung Jawa kami jadi mengetahui bahwa sebagian besar sampah yang ada di Pulau Rambut berasal dari Bekasi, Tangerang dan Jakarta. Setelah aku melakukan sedikit riset di internet tentang sampah di Jakarta, aku menemukan bahwa ada lebih dari 6.000 ton sampah yang keluar dari Jakarta sendiri dan sebagian besar melewati sungai menuju laut.

Dari sini aku merasa sedih dan agak kecewa dengan diriku sendiri. Walaupun sudah mengurangi penggunaan kantong plastik, aku masih sering menggunakan plastik dan styrofoam. Secara pribadi, aku berkomitmen untuk mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam dengan cara lebih banyak menggunakan tempat makan, membawa botol dari rumah, hingga mengurangi makan snack dengan kemasan yang susah didaur ulang. Aku merasa sebagai seorang individu hanya bisa berkontribusi sedikit dalam masalah penanggulangan sampah. Menurutku penanggulangan dan pengurangan sampah dalam skala massal memerlukan campur tangan pemerintah.

Lagi pula, kita semua ingin menjaga alam dan memastikan kita bisa melakukan lebih banyak observasi kan?

  1. 1
  2. 2






Related Posts