OASE Eksplorasi: Goodbye Maitan, Hello Ngringinan!

“Hiduplah Indonesia raya, Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku. Disanalah aku berdiri…”

Reff dari lagu yang kami dengar dan nanyikan selama perjalanan menuju Palbapang karena Kaysan yang selalu menyanyi lagunya… lagu “Mars Perindo” (DISCLAMIER KAMI TIDAK DI SPONSOR PERINDO :D).

(Sebelumnya: Hari Terakhir di Dusun Maitan)

Perpisahan dengan keluarga asuh

Pagi itu pukul setengah enam aku bangun dibangunkan oleh Fattah karena kami harus balik ke homestay untuk membereskan tas yang masih berantakan karena pagi ini kami sudah harus berangkat menuju tujuan selanjutnya, Palbapang, Bantul. Setelah makan dan bebenah tas, kami mengucapkan pisah dengan keluarga asuh yang sudah empat hari kami menetap. Ketika perpisahan aku diberikan tips oleh bu Rubinga untuk hanya mengeluarkan uang pas ketika di bus menuju Jogja.

Foto bersama dengan orang tua asuh Pak Sasmudi dan Bu Rubinga
Foto bersama dengan orang tua asuh Pak Sasmudi dan Bu Rubinga

Kami berkumpul di Gatotkoco sekitar pukul tujuh untuk meminta kakak-kakak fasilitator untuk memotret kami dengan keluarga asuhnya. Setelah selesai foto bareng dan andong datang kami sudah siap-siap berangkat namun… seperti kejadian sebelumnya… Ceca dan Fattah telat lagi. Karena andongnya sudah menunggu lebih dari 30 menit kami akhirnya memilih untuk jalan duluan dan kalau mereka tertinggal ya…¯\_(?)_/¯ Untungnya mereka datang tepat ketika kami lewat depan homestay mereka 😛

Menuju Palbapang!

“Pokoknya nanti keluarin uang 15 ribu terus jangan keluarin dompet,” aku terangkan kepada semuanya sebelum naik Bus ke Terminal Jombor.

Waktu kami pertama naik dari Terminal Jombor ke Terminal Borobudur kami membayar 20rb karena keneknya bilang 20rb, namun setelah berbaur dengan orang lokal plus tips dari Bu Rubinga kami tau bahwa harga biasanya adalah 15rb. Maka aku menyuruh teman-teman ketika membayar untuk menggunakan tips berikut:

  1. Siapkan uang pas 15rb lalu simpan dompet
  2. Pastikan untuk tidak mengeluarkan dompet pada saat membayar
  3. Jika dibilang kurang bilang saja “cuman ada segini bang”

Memang hanya kurang 5rb cuman sebagai anak eksplorasi dengan uang yang terbatas kami harus bisa menghemat sebanyak mungkin :D.

Setelah sampai di Terminal Jombor kami langsung naik Transjogja menuju SMA 7 dengan naik jalur 2A turun di Malioboro lalu naik 3A turun di SMA 7. Perjalanan berjalan lancar, kami bercanda dan mengobrol dengan penumpang yang ada di bus, lalu dibus jalur 3A aku di tegus Zaky untuk mendengarkan apa yang sedang terjadi dengan Ceca.

Aku menengok ke arah ceca dan aku mendengarkan seorang bapak-bapak yang sedang berdebat dengan Ceca tentang Homeschooling… dan aku yang sejak kecil mengikuti orang tuaku seminar dan mendengarkan berbagai cerita para orang tua (nguping biasa :P) aku sangat terbiasa untuk menjawab dan membuat counter argumen jika mereka mengajak debat.

Mendengarkan debatnya aku lumayan tenang karena Ceca bisa menjawab dengan baik, hingga ada sebuah perkataan yang lumayan kencang keluar dari mulut bapak itu.

HOMESCHOOLING ITU ILLEGAL!

Tepat setelah perkataan itu aku langsung… ARRGHHHHHH!! Untungnya tidak lama setelah itu bapaknya pamit untuk turun. Setelah sampai di SMA 7 sambil menunggu bus yang menuju Palbapang Ceca bercerita:

“Kan tadi bapak itu bilang, ‘Kalau saya jadi presiden, saya akan buat homeschooling itu illegal di Indonesia’, terus bapak itu bilang, ‘kenapa gak suka sekolah kalau ujung-ujungnya ngambil Ijazah?’ Ya udah gua bilang, ‘kan karena terpaksa’, dan bapak itu ngomong lagi, ‘di sekolahkan banyak teman’ gua bales lagi ‘homeschooling temennya banyak kok, sekolahkan temennya itu-itu aja’ terus bapak itu jawab lagi ‘kan bisa cari temen pas lagi libur’ nah, gua langsung jawab ‘homeschoolingkan setiap hari libur, pak’ abis gua ngomong gitu, bapak itu langsung ganti topik, pokoknya dia ngotot deh.”

Aku lalu agak berfikir bahwa dia itu mungkin orang lembaga karena ya… sebagian besar orang kalau tidak tahu jawabannya adalah “Oh homeschooling itu apa?” atau “Oh homeschooling kayak Kak Seto ya?”. Aku juga sering mendengar cerita-cerita bahwa ada orang tua yang di ancam dengan perkataan “Homeschooling itu Illegal”. Jadinya agak gedek dengernya.

Sekitar lima belas menit setelah turun dari Transjogja kami naik Bus Kota N untuk turun di Selo Lor, busnya kurang lebih sama dengan metromini yang ada di Jakarta. Di tengah perjalanan ada satu kelompok eyang-eyang yang naik dari pasar. Aku yang memang suka mengobrol dengan orang baru memulai percakapan dengan eyang-eyang ini. Mereka ternyata dari berbagai dusun dan setiap hari ke pasar dan pulang lagi.

Berjalan menuju Palbapang, Dusun Ngringinan
Berjalan menuju Palbapang, Dusun Ngringinan

Ketika diberi tahu oleh kenek bahwa kami sudah sampai di Selo Lor dan salah satu Mbah yang ada disini tinggal di daerah sini maka bisa nganterin kami ke homestay yang akan kami tinggali. Mbah membawa tas yang lumayan besar maka aku menawarkan untuk membawa tasnya dan ooohh tas yang aku kira enteng tenyata beratnya minta ampun. Setelah jalan lumayan jauh Yla dan Zaky menawarkan diri untuk menggantikan aku membawa tasnya… dan sama seperti aku mereka bisa merasakan betawa beratnya tas yang dibawa Mbah. Tidak kebayang gimana Mbah setiap hari pulang pergi dari pasar dengan tas yang sangat berat ini.

Kami sampai di rumah bu Cicil tempat dimana kami akan kumpul menunggu sepeda. Kami berterima kasih kepada Mbah dan kami masuk untuk berkenalan dengan bu Cicil.

Perindo

Sebelum aku melanjutkan aku harus menceritakan sedikit tentang sebuah virus yang dibawa oleh Kaysan dan tersebar ke semua anak eksplorasi (kecuali Donna sama Adinda kayaknya). Perindo. Semuanya dimulai di Maitan ketika dia menyanyikan lagu “Mars Perindo”. (KAMI TIDAK DI SPONSOR OLEH PERINDO :D) Lagunya diulang ulangi terus hingga pada akhir eksplorasi, aku yakin bahkan kakak-kakak fasilitator pun hafal reffnya 😛

Setiap kali ada masalah dan ada hal baik pasti yang disalahkan Perindo, kemana-mana bawa nama Perindo, bahkan sampai Ceca dimarahin karena menyuruh Yla masuk Perindo (Spoiler Alert). Ada juga sosok “Pak Joni” seorang “Peramal” yang Kaysan lihat di TV meramalkan bahwa indonesia akan menang 2 kosong pada final AFF kemarin. Karena ramalannya salah maka kita meledek jangan-jangan pak Joni itu adalah yang dibelakang negara-negara besar dan sebagainya 😛

Ketika kami sampai di Palbapang kami sudah cukup akrab dengan satu sama lain dan dengan kakak-kakak fasilitator dimana kami mulai agak… ya… bisa dibilang kurang waras. Kami menyalahkan pemerintah untuk berbagai hal (Cerita untuk hari esok), membicarakan bahwa Xi*ao*i mensponsor kami, bahwa kapitalisme adalah masalah besar karena yang memulai adalah pak joni. Tapi ini yang menurutku membuat perjalanan ini sangat menarik, canda tawa yang bisa sampai larut malam, godaan dan “aib” satu sama lain yang mungkin tidak akan kita temukan jika tidak dalam perjalanan 7 hari.

Rumah pak Slamet

Kembali pada rumah Bu Cicil, kami berkenalan dan menaruh tas untuk menunggu sepeda datang. Kami sampai di rumah Bu Cicil sekitar pukul dua belas kurang dan menurut kakak-kakaknya sepeda harusnya datang sekitar pukul dua belas siang.

Di sana kami ketemu seorang anak kecil yang akhirnya menjadi teman baik kami yaitu Noel. Noel adalah keponakan dari bu Cicil dan baru datang dari Surabaya. Noel bentuknya gendut tapi imut, dia agak pemalu tapi dia pengen ikut main 😀

Tidak lama setelah kami mengobrol dan membuat jurnal ada sebuah truk pasir datang membawa semua sepeda yang akan kami gunakan. Untungnya kali ini aku mendapat sepeda yang ada tutupnya dan aman sepanjang pemakaian (tidak kayak yang sebelumnya) dan kami pergi untuk makan di tempat Mie Ayam yang kami lewati sebelumnya.

Menulis logbook sambil berkenalan dengan Bu Cicil
Menulis logbook sambil berkenalan dengan Bu Cicil

Setelah selesai makan kami pergi untuk mengunjungi tempat menginap masing-masing. Aku dan Fattah akan menginap di rumah Pak Slamet dan Bu Slamet. Mereka berdua Katolik jadi ini adalah kondisi yang sangat berbeda dari ketika di Maitan dimana orang tua asuhnya muslim.

Kami mengobrol tentang kegiatan yang sudah dilakukan, tentang homeschooling dan berbagai hal lainnya. Sangking serunya mengobrol dengan Pak Slamet dan Bu Slamet aku sudah beberapa kali hampir telat datang ke tempat berkumpul. Kami berkumpul di tempatnya Bu Gun, masalahnya adalah orang yang bernama “Gun” itu banyaknya banyak sekali. Jadi waktu mau kesana aku mampir ke tempat bu Cicil dulu untuk bertanya dimana tempat berkumpulnya.

Kolongan

Salah satu hal yang aku lihat berbeda antara Ngringinan dan Maitan adalah di sini orang-orangnya terkesan lebih ramah dan lebih terbuka, bangunanya pun lebih moderen dibandingkan dengan yang ada di Maitan. Di sini pun tidak banyak palang yang menunjukan jalan ke home industry sedangkan di Maitan hampir di setiap titik ada palang yang menunjukan harus kemana.

Setelah diskusi tentang kenapa seperti ini adalah karena dusun Maitan adalah sebuah Dusun Wisata, dimana mereka sering didatangi oleh turis lokal dan manca-negara maka mereka agak lebih tertutup dan terbiasa dengan tamu. Namun di Ngringinan mereka lebih jarang mendapatkan turis maka mereka lebih ramah dan mengajak ngobrol.

Ketika diskusi selesai, kami diberikan pilihan untuk melanjutkan diskusi atau mengelilingi Dusun Ngringinan. Karena kami masi banyak energi kami memilih untuk berkeliling. Kami disarankan oleh kakak-kakak untuk mengunjungi Embung, namun karena kami tidak tahu jalan jadi kami pergi ke kiri. Tanpa ku ketahui Zaky dan Kaysan tau jalan dan mereka berada di belakang dan pergi ke tempat yang benar 😛

Kami menyusuri pinggiran desa yang penuh dengan sawah dan melihat sebuah kolongan, tempat berlomba merpati. Aku pengen tau lebih lanjut tentang lomba merpati maka aku memilih untuk mengunjunginya dan bertanya-tanya. Aku bertemu dengan Mas Gen yang sedang main merpati. Yang menurutku SANGAT menarik adalah merpati yang bagus, bisa mendapatkan kurang lebih 3 motor dalam waktu 3 bulan… 3 motor. Waw…

Sepedaan menuju Embung (Akhirnya ke Kolongan)
Sepedaan menuju Embung (Akhirnya ke Kolongan)

Dalam ketakjuban aku menontoni merpati-merpati yang sedang berterbangan sebelum pulang ke homestay untuk makan malam.

Main Werewolf

Kami kumpul-kumpul lagi sekitar pukul tujuh dan lanjut dengan menulis logbook yang memakan waktu lumayan lama. Tentu saja tidak ada perkumpulan yang tidak lengkap kalau tidak ada ledekan dan becandaan diantara kita. Adinda, karena journal dan logbooknya sangat belum lengkap, dipisah oleh kak Inu dan disuruh duduk di depan agar bisa menyelesaikan logbooknya.

Sekitar pukul setengah sembilan hujan turun lebat dan tiba-tiba… JLEB. Lampu mati dan tiba-tiba semuanya gelap. Niatnya adalah kami melanjutkan menulis jurnal namun karena kondisinya seperti ini jadi agak sulit untuk menulis. Aku melihat suasanya gelap hanya dengan cahaya dari lilin menyarankan untuk bermain One Night Werewolf, sebuah card game dimana kita ya… belajar berbohong 😛

Karena kami mainnya semangat sekali dan karena tidak ada kegiatan lain kakak-kakaknya pun ikut main :D. Salah satu yang mengagetkan aku adalah kemampuan kak Melly untuk menipu kami semua, jauh lebih baik dari pada kak Kukuh :P.

Tim… Berubaaahh!!

Kami bermain werewolf sampai lumayan malam, lampu menyala sekitar pukul 10 dan kakak-kakak mengatakan bahwa mereka punya sebuah suprise untuk kami. Kak Kukuh memulai dengan

“Jadi kemarin kan Yudhis dan Fattah tidur di gatotkoco padahal lagi malam jumat kliwon”

“Ya… jadi… sudah di catet ke logbook belum?”

Aku sudah tegang ada sesuatu yang terjadi, ternyata tidak 😛

Suprise dari kakak-kakak ternyata adalah perubahan tim. Karena mereka ingin melihat apakah kami bisa beradaptasi dengan kelompok baru, maka kelompoknya dirombak menjadi:

  • Yudhis, Ceca, Andro
  • Zaky, Kaysan, Fattah
  • Yla, Donna, Adinda

Setelah selesai ini kami pulang kembali ke homestay masing-masing untuk beristirahat karena kita punya hari yang panjang besok.

Main Werewolf
Main Werewolf

[Bersambung]

Related Posts